Kamis, 29 Januari 2015

Perkembangan Koperasi Di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan koperasi di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari periodisasi sejarah bangsa Indonesia. Selain itu, perkembangan koperasi juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang berkuasa.  Sejarah Koperasi di Indonesia dimulai ketika seorang patih di Purwokerto bernama R.Aria Wiraatmaja mempelopori berdirinya sebuah badan usaha berbentuk koperasi yang diberi nama Bank Penolong dan Tabungan  (Hulp en Spaarbank) pada tahun 1895. Pada perkembangannya, koperasi ini mendapat hambatan dari pemerintah kolonial Belanda.
Untuk menghambat koperasi bentukan R.Aria, Belanda mendirikan Algemene Volkscrediet Bank. Selain itu, Belanda juga mendirikan rumah gadai, bank desa, dan lumbung desa. Upaya Belanda untuk menghambat perkembangan koperasi juga dilakukan melalui penerbitan peraturan Koperasi No. 431 tahun 1915. Peraturan ini memuat syarat administratif yang sangat berat bagi pendiri koperasi, mulai dari masalah perizinan, pembiayaan, maupun masalah-masalah teknis saat pendirian dan saat koperasi menjalankan usahanya.
Setelah merdeka, pemerintah RI menetapkan koperasi sebagai semangat dasar perekonomian bangsa Indonesia. Koperasi dianggap sebagai perwujudan pasal 33 ayat 1 yakni usaha bersama atas asas kekeluargaan. Menurut penjelasa pasal 33 UUD 1945, Koperasi dinyatakan sebagai bangun usaha yang sesuai dengan sistem perekonomian yang hendak dikembangkan di Indonesia. agar pengembangan Koperasi sesuai dengan pasal 33 UUD 1945, pemerintah RI menyerahkan urusan Koperasi kepada Jawatan Koperasi yang kemudian bertugas menyusun program-program pengembangan Koperasi.
Berkat kerja keras Jawatan Koperasi, perkembangan koperasi mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Sampai tahun 1959, koperasi dapat dikatakan berkembang cukup pesat.  Namun karena adanya sistem demokrasi liberal, keberadaan koperasi menjadi terombang-ambing karena koperasi cenderung dimanfaatkan sebagai alat politik.
Perlahan tapi pasti, pemberlakuan UU No 12/1967 membuat koperasi menjadi berkembang. Pada masa ini, perkembangan koperasi ditandai dengan terbentuknya Koperasi Unit Desa (KUD). Di samping itu, pengembangan koperasi juga diintegrasikan dengan pembangunan di bidang-bidang lain.
Hasilya, jumlah koperasi menjadi meningkat. Bila pada akhir Pelita I jumlah koperasi mencapai 13.523 buah, maka di akhir Pelita V jumlahnya menjadi 37.560 buah. Peningkatan tersebut juga diikuti dengan peningkatan jumlah angggota koperasi dari 2,5 juta orang pada akhir Pelita I menjadi 19 juta orang pada akhir Pelita V.
Untuk meningkatkan kemandirian koperasi, Pemerintah Orba membuat UU No. 25/1992 sebagai ganti UU No. 12/1967.  Dengan berlakunya UU No. 25/1992, maka terjadi perubahan mendasar dalam hal koperasi,baik dari segi pengertian maupun pada aspek pengelolaannya.
Pengembangan koperasi terus berlanjut hingga masa reformasi. Hal tersebut akan diuraikan pada




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Koperasi
Pada dasarnya lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan  bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang mampu berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah. 
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 hingga sekarang. Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja. Ia adalah seorang Patih di Purwokerto. Ia mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpan-pinjam. Kegiatan R. Aria Wiriatmadja dikembangkan juga lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode. Ia adalah seorang Asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka toko-toko koperasi.
Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
 Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa , rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI).[  Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah.
Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:
1.      Belum ada instansi pemerintah ataupun bedan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2.      Belum ada undang-undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3.      Pemerintah sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karenena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintahan sendiri.
Mengantisipasi perkembangan koperasi yang sudah mulai memasyarakat, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan perundangan tentang perkoperasian. Pertama, diterbitkan Peraturan Perkumpulan Koperasi No. 43, Tahun 1915, lalu pada tahun 1927 dikeluarkan pula Peraturan No. 91, Tahun 1927, yang mengatur Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi bagi golongan Bumiputra. Pada tahun 1933, Pemerintah Hindia-Belanda menetapkan Peraturan Umum Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi No. 21, Tahun 1933. Peraturan tahun 1933 itu, hanya diberlakukan bagi golongan yang tunduk kepada tatanan hukum Barat, sedangkan Peraturan tahun 1927, berlaku bagi golongan Bumiputra. Diskriminasi pun diberlakukan pada tataran kehidupan berkoperasi
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.
 Namun, pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.

2.2 Teori Pendukung
Tugas pemerintah dalam pengembangan koperasi adalah menumbuhkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi, memberikan perlindungan kepada koperasi melalui pemberian kemudahan dan bimbingan dalam berusaha, serta melindungi publik dari aktivitas koperasi yang merugikan masyarakat. Perlindungan kepada koperasi dan publik ini memerlukan peran serta masyarakat, sehingga diperlukan upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kewirakoperasian.

Selain itu, Kementerian Koperasi dan UMKM juga menyusun program pengembangan kelembagaan koperasi. Program ini bertujuan mewujudkan 70.000 unit koperasi yang berkualitas yang mampu melayani lebih dari 20 juta anggota koperasi secara berkelanjutan, sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai dasar koperasi.

Program Kemenkop dan UMKM juga mencakup bidang legislasi. Program ini bertujuan menyempurnakan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil agar mampu mendukung dinamika pemberdayaan KUMKM di Indonesia pada masa mendatang. Program penyempurnaan Undang-undang Koperasi dan Usaha Kecil, antara lain mencakup:
  1. Melakukan inventarisasi masalah untuk menyempurnakan RUU Koperasi dan RUU UMKM.
  2. Melaksanakan pembahasan dengan intansi terkait dan DPR-RI untuk mewujudkan RUU Koperasi dan RUU UMKM menjadi Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM.
  3. Melaksanakan sosialisasi Undang-undang Koperasi dan UMKM yang telah disahkan oleh DPR dan Pemerintah kepada stakeholders di seluruh Indonesia.
  4. Memfasilitasi gerakan koperasi dan UMKM menyesesuaikan dengan Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM yang baru.
  5. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM yang telah disahkan



                                                                            BAB III
PERANAN KOPERASI DALAM DUNIA USAHA
Peran koperasi dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari :
1  Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sector.
2  Penyedia lapangan kerja yang terbesar.
3  Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat.
4  Pencipta pasar baru dan sumber inovasi.
5  Sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor.

Peran koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sangat strategis dalam perekonomian nasional, sehingga perlu menjadi fokus pembangunan ekonomi nasional pada masa mendatang.
Koperasi sebagai badan usaha, organisasi dan  kegiatan usahanya harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip koperasi. Karena prinsip koperasi merupakan garis-garis  penuntun yang digunakan oleh koperasi untuk melaksanakan nilai-nilai dalam praktek seperti :
1   Keanggotaan sukarela dan terbuka.
2   Pengendalian oleh anggota secara demokratis
3   Partisipasi ekonomi anggota
4   Pendidikan, pelatihan dan informasi
5   Kerjasama diantara koperasi, dan
6   Kepedulian terhadap komunitas.